Tak semua orang yang mencalonkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki alasan sama. Demikian pula dengan Abdullah Hehamahua yang hampir 10 tahun malang melintang di internal KPK. Ia mempunyai pertimbangan kenapa mendaftar capim KPK di edisi ketiga.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini mengaku, tak ingin mengambil untung karena posisinya di KPK. Edisi pertama dibukanya calon pimpinan KPK, Abdullah tak mendaftar. Pada edisi kedua, Abdullah juga demikian. Meski salah satu pejabat KPK menyodorkan formulir.
“Edisi ketiga, seminggu setelah pengumuman saya tak mau. Tinggal lima hari, salah seorang penasihat KPK datangi saya bilang, Pak Abdullah harus daftar. Saya bilang engga bisa. Ada beberapa sebab. Saya katakan saya belum dapat fatwa yg menyenangkan hati,” ujar Abdullah di Komisi III, DPR, Jakarta, Selasa (29/11/2011).
Di edisi ketiga ini, Abdullah sempat ragu. Demi mendapatkan argumentasi perlu tidaknya daftar sebagai pimpinan KPK, Abdullah harus membuka kitab Riyadus Solihin. Ia juga harus membuka kitab yang menceritakan 60 kisah sahabat Nabi Muhammad SAW, sampai tak tidur.
Pikirannya terbuka ketika mendapati seorang tua, dengan kaki pincang, menghadap Rasulullah. Sang tua meminta agar diijinkan Rasulullah untuk ikut bersamanya di Perang Badar agar mati sahid. Tapi Rasulullah menolaknya. Begitu tiba Perang Uhud, orang tua tadi datang lagi dan meminta Rasulullah mengijinkannya. Jawabannya sama.
Akhirnya, orang tua tadi bertanya dan keberatan. Apakah lantaran usianya, dan kakinya yang cacat ia tak boleh pergi perang. Pernyataan orang tua tadi membuat Rasulullah berubah pandangan dan mempersilakan orang tua turun perang. Ia mati sahid setelah di perang membunuh para lawan-lawannya.
Inspirasi orang tua dalam kisah tadi yang pada akhirnya menginspirasi Abdullah ikut pencalonan pimpinan KPK. Besoknya, Abdullah langsung ke kantor, dan mengajak Chandra Marta Hamzah dan Ade Rahardja mendaftarkan capim KPK. Mereka bertanya perubahan yang dialami Abdullah.
“Ini dalam keadaan perang. Korupsi sudah merupakan perang luar biasa. Dan yang buat saya miris, kasus di Jawa Timur. Ujian SD yang dilaporkan orangtua ada yang menyontek lalu diusir. Itu mengganggu nurani saya. Orang menegakkan keadilan diusir.”
Keputusannya yang bulat itu membuat Abdullah terbang ke Kualalumpur, untuk menemui anak dan istrinya. Mereka kaget setelah Abdullah mengatakan ingin mati sahid dengan menjadi pimpinan KPK. Ia mengaku, usianya tak cukup muda mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
“Saya ingin meninggal umur 63 tahun sesuai sunah nabi. Tapi Allah memberi bonus ke saya. Sehingga dalam waktu sisa empat tahun, kalau diberi amanat saya akan mati dalam memberantas korupsi bukan mati di tempat tidur. Apakah ditembak, apakah dikerjain koruptor. Itu niat saya,” cerita Abdullah diikuti tepuk sorai Komisi III.
Filed under: Berita HMI, Buletin Pandji